Selasa, 28 Mei 2013

GHAZUL FIKRI

0 komentar

BAHAYA PERANG PEMIKIRAN


Perang fisik memang bukan zamannya lagi, walau sebenarnya hal tersebut masih terjadi di beberapa negara di dunia, misal Israel dan Palestina. Perang fisik juga terlihat sangat nyata yang dapat memperoleh kecaman dari pihak lain. Saya yakin sangat banyak yang tidak sadar bahwa kita dalam masa berperang. Nyatanya perang ini lebih hebat dari perang fisik,-perang pemikiran (Ghazwul Fikri). Walau tidak menimbulkan kematian, namun dapat mengeruk sebuah idealisme ataupun pedoman. Katakan saja masalah adat istadat dan agama yang berubah sejak perang ini dimulai.
Pengertian Ghazwul Fikri (Perang Pemikiran)
Secara bahasa, ghazwul artinya serangan, serbuan atau invansi. Sedangkan Fikri adalahpemikiran. Jadi ghazwul fikri dapat diartikansebagai serangan untuk mengubah pemikiran sehingga tidak sesuai lagi denganpedoman awal yang dipegangnya.
Coba bandingkan kelebihan Perang Pemikiran dibandingkan perang fisik.
1. Biaya
Perang fisik memerlukan peralatan persenjataan, jika perlu dengan alat yang tercanggih. Tentunya biaya yang digunakan sangat mahal. Bandingkan dengan perang pemikiran yang hanya menggunakan media.
2. Jangkauan
Perang fisik hanya memerangi sebuah daerah saja, walaupun berperang adalah sebuah negara, namun pusat penyerangannya hanya di beberapa daerah saja. Bandingkan dengan perang pemikiran yang sampai pada setiap rumah di bumi ini selama ia masih tersentuh dengan media massa. Maka dapat dipastikan ia sedang diperangi.
3. Ruang Lingkup
Perang fisik hanya untuk meruntuhkan sebuah pertahanan saja, namun perang pemikiran akan terus mendobarak hingga sendi-sendi kehidupan. Pada bidang pendidikan, sosial, budaya, ekonomi, dan lain-lain.
4. Waktu
Perang fisik pastinya akan berakhir pada suatu waktu. Namun perang pemikiran akanterus berlangsung selama kita hidup.
5. Dampak
Dampak dari perang fisik adalah perlawanan, ada yang kalah ada yang menang. Sedangkan Perang pemikiran akan mengubah pemikiran seseorang sehingga mengikuti pemikiran si pengatur. Pada awalnya ia menganggap hal tersebut buruk, kemudian bisa menjadi baik.
Sarana apa yang digunakan dalam perang pemikiran?
Media. Jawaban mutlak media. Kemudahan informasi ternyata memberikan efek buruk seperti ini. Apalagi masyarakat telah menaruh kepercayaan penuh terhadap media tanpa menyaring informasi terlebih dahulu. Anda akan selamanya berhadapan dengan media. Televisi yang ada di dalam rumah Anda. Internet yang setiap hari Anda akses. Koran yang Anda baca pada pagi hari.Dan seterusnya.
Tahukah Anda bahwa media dapat membentuk mind set kita? Media menjadikan kita seperti apa yang ia inginkan. Sebuah kutipan buku 'Catatakan Kang Jalal', 18 September 1997 dari seorang pakar komunikasi Jalaluddin Rakhmat.
“Dalam media massa dunia berganti nama, aurat berubah menjadi kesenian, maksiat menjadi klangenan, hiburan menjadi kebijakan, fitnah menjadi penerangan, manusia menjadi berhala, dan derita menjadi berita,”
Mengerikan bukan? Lalu apa saja contoh yang ada disekitar kita? Saya akan memberikan 2 contoh.
#Contoh 1
Adat istiadat orang zaman dahulu sopan serta santun. Orangtua kita pasti mengetahui hal tersebut dan Anda pasti akan setuju. Sangat jauh berbeda dengan zaman sekarang.
Kita kembali ke masa lalu, bagaimana penilaian masyarakat terhadap wanita yang keluar malam? Tentunya akan dicap sebagai wanita yang tidak baik, apalagi jika ia keluar bersama laki, tentunya cap yang melekat pada dirinya semakin parah. Keadaan sepertiini sungguh sangat baik. Mereka mengerti sampai mana batasan-batasan yang harus dilakukan dengan tidak melanggar norma-norma yang berlaku.
Bagaimana dengan sekarang? Anda dapat melihat sendiri bagaimana wanita keluar malam dengan mudahnya. Apalagi para remaja putri yang kerap keluar bersama pacarnya. Sudah menjadi biasa dan tidak ada khwatir pada diri orangtua. Padahal kegiatan seperti ini sangat berpeluang terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Anggapan zaman dahulu telah sirna.
Bagaimana hal ini bisa terjadi? Ya, media. Bukankah televisi mempertontonkan adeganberpacaran? Bukankah budaya impor tesebut telah tersampaikan lewat media tulis? Cerita-cerita muda-mudi yang menjalin kasih? Cek saja buku-buku terdahulu. Hal-hal seperti ini meracuni pemikiran measyarakat.
Parahnya lagi ketika kita saksikan di layar kaca film bertemakan cinta saat ini kebanyakan diperankan oleh para pelajar. Bukankah harusnya mereka menyodorkan nilai-nilai pendidikan yang lebih, bukannya hanya mementingkan komersial saja denganmemfokuskan pada adegan percintaan. Film yang tidak baik. Maka sudah dapat dipastikan bagaimana budaya seks bebas itumuncul. Memberikan peluang kepada mereka untuk berduaan ketika pacaran.

0 komentar:

Posting Komentar